0

MTI JAHO

Posted by G2 FLASHER on 20.08
silahkan kawan kawan semua lihat dan beri komentar pada BLOG ini:
http://mtijaho.blogspot.com/


0

KRITERIA ULAMA AKHIRAT

Posted by G2 FLASHER on 20.26

KRITERIA ULAMA AKHIRAT

Sabtu, 06/10/2012
Kata-kata ulama di kalangan umat Islam Indonesia mengalami distorsi makna yang terkadang jauh dari apa yang dikehendaki Al Quran. Ada seorang yang baru bisa berceramah dan belum mendalam ilmu keislamannya sudah disebut ulama. bahkan di sebuah kampung terpencil, ada tokoh masyarakat yang biasa memimpin doa dalam berbagai acara keagamaan sudah disebut ulama dan diangkat sebagai anggota majlis ulama kecamatan padahal bacaan Al Qurannya masih blepotan. Di sana masih banyak contoh lain yang menunjukkan distorsi makna ulama tersebut. Bahasan ini mencoba mengembalikan makna yang hakiki dari kata-kata ulama yang dikehendaki Al Quran.
Kata-kata ulama disebutkan dalam Al Quran sebanyak dua kali yaitu dalam Asy Syu’ara’ 197 dan dalam surat Fathir 28. yang intisarinya bahwa ulama adalah orang yang memiliki ilmu yang mumpuni sehingga ilmu tersebut membawa dirinya memiliki sifat khasyyah atau rasa takut hanya kepada Allah saja.
Kalau kita meneliti isi ayat-ayat dalam AlQuran yang berkenaan dengan esensi orang yang memiliki kriteria khasyyah ini, kita dapat menarik suatu konklusi bahwa di sana ada kata-kata yang sering digunakan untuk menunjukkan kelompok orang yang memiliki sifat khasyyah itu yaitu, kata-kata ulul albab (=Cendekiawan muslim). Kata-kata ini disebutkan dalam Al Quran sebanyak 16 kali. Merekalah yang disanjung tinggi oleh Alquran sebagai orang yang memiliki sifat khasyyah, martabat mulia, banyak dzikir, taqwa, mencapai derajat iman dan keyakinan yang tinggi,komitmen dengan syariat Islam dan ajaran-ajarannya. sebagaimana disiratkan dalam Ali Imran 7 sbb:”Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata : “kami beriman kepada ayat-ayat mutasyabihat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami.”dan tidak dapat mengambil pelajaran dari padanya melainkan ulil albab (orang-orang yang berakal).
Jika diteliti secara seksama, dengan menelusuri isi ayat-ayat yang berkaitan dengan ulil albab, kita dapat memilah bahwa kriterianya bisa dipilah menjadi dua kriteria; pertama kriteria global dan kedua kriteria terperinci.
Kriteria global ulil albab terdapat dalam beberapa ayat yaitu :Al Maidah 100, At Tholaq 10, al Baqarah 179 dan 197. Semua ayat tersebut menuntut bahwa kriteria utama ulil albab atau ulama adalah sifat khasyyah yang diungkapkan dengan istilah takwa kepada Allah swt. artinya, komitmen dalam melaksanakan semua perintah Allah dan menjauhi semua larangannya. Orang yang tidak memiliki kriteria demikian tidak layak untuk disebut ulama.
Sedangkan kriteria terperinci yang harus dimiliki ulama atau ulil albab banyak bertebaran dalam beberapa ayat sebagai berikut :
1.      Orang yang selalu berdzikir kepada Allah baik dalam keadaan berdiri, duduk ataupun berbaring ketika tidak mampu duduk atau berdiri . Dzikir ini bisa dilakukan dalam waktu sholat ataupun lainnya.(lih. Ali Imran 191). Ulama yang sesungguhnya lebih suka menggunakan waktunya untuk berdzikir dan berfikir dari pada mendengarkan musik Bethoven atau perbuatan laghwun atau lahwun
2.       Selalu bertafakkur tentang penciptaan langit dan bumi, bagaimana langit ditinggikan tanpa tiang, bagaimana bintang-bintang diciptakan di langit dan bagaimana bumi dihamparkan, bagaimana gunung gemunung ditegakkan yang dibawahnya dialiri sungai-sungai yang banyak. Tafakkur demikian tentang semua ciptaan Allah akan menambah keimanan ulama . (Lih. Ali Imran 191)
3.      Menjauhi penyembahan kepada thogut yaitu syetan atau sesembahan selain Allah. (Az Zumar 17).Kalau ada orang yang masih percaya atau memberikan pengabdian kepada jin, jimat atau totem lainnya bukanlah termasuk muslim apalagi ulama, walaupun mungkin dijuluki oleh orang sekitarnya sebagai kiai atau ustadz atau mungkin menjadi anggota majlis ulama di suatu kampung.
4.      Mengembalikan semua urusan kepada Allah dan hanya Allah sajalah yang disembahnya.(Az Zumar 17) Orang yang masih suka menyandarkan diri pada dukun, ahli nujum atau hal syirik lainnya tidak berhak disebut sebagai ulama.
5.      Selalu mengikuti hal-hal yang terbaik dari semua pendapat yang didengarnya kemudian direalisaikan dalam bentuk perbuatan dan sikap atau ucapannya (Az Zumar 18). Ulama tidak congkak dengan pendapatnya. Memiliki sifat toleran terhadap pendapat orang lain. Lebih dari itu, bila ada pendapat yang lebih baik dia akan mengikuti pendapat tersebut. Para imam madzhab tidak pernah merasa bahwa pendapatnyalah yang paling benar. Mereka amat lapang dada dengan pendapat orang lain walaupun berbeda atau bertentangan. Itulah ciri ulama
6.       Senantiasa memenuhi janji Allah untuk mengakui rububiyyatullah dan memenuhi apa yang diajarkan Allah dalam kitab suciNya.(Ar Ra’d 20) Janji yang telah dikukuhkannya di alam arwah untuk mengakui rububiyatullah ditepatinya di dunia sehingga tidak pernah ingkar.
7.      Tidak merusak perjanjian umum yang telah dikukuhkan antara mereka dengan Allah atau dengan manusia (Ar Ra’d 20). janji adalah hutang yang harus dilunasi. Melanggar janji merupakan salah satu ciri munafik. Oleh sebab itu ulama amat jauh dari perbuatan ini.
8.      Mereka selalu menghubungkan apa-apa yang diperintahkan Allah untuk dihubungkan seperti shilaturrahmi, loyal terhadap sesama mukmin, iman terhadap semua nabi dan menjaga semua hak manusia. (Ar Ra’d 21) Seorang ulama pasti lebih suka berdekatan dengan orang Islam yang taat dari pada orang-orang yang memusuhi umat Islam. lebih dari itu ulama akan menjadi perekat ummat dan peonir ukhuwwah Islamiyah, dan tidak mungkin menjadi pemecah belah umat.
9.      Memiliki sifat Khasyyaah Ammah kepada Allah dan keagunganNya. ( Ar Ra’d 21) Ulama hakiki akan memiliki rasa takut yang luar biasa kepada Allah. Dia akanlebih mudah menangis dari pada tertawa terbahak-bahak. nampak keanggunan dan wibawanya karena kekhusyu’an yang memancar dalam dirinya yang penuh khasyyah.
10.  Takut kepada keburukan hari hisab.( Ar Ra’d 21). Rasa takut ini merefleksi dalam ucapan dan semua perbuatannya untuk selalu menjauhi semua larangan Allah. Mereka selalu menghisab dirinya sebelum mereka dihisab nanti pada hari kiamat. Muhasabatunnafsi bagi ulama adalah keharusan yang dilakukannya setiap hari.
11.  Memiliki kesabaran dalam menghadapi semua beban, kesulitan dan mushibah di dunia serta senantiasa menentang kehendak hawa nafsu.(Ar Ra’d 22) Semua perintah Allah adalah kewajiban dan beban yang harus dilaksanakan penuh kesabaran. Demikian juga musibah harus dihadapinya dengan kesabaran.
12.  Mendirikan sholat dan memeliharanya agar jangan sampai terlewat waktunya atau kurang syarat rukunnya.( Ar Ra’d 22) Kalau ada orang yang suka meninggalkan sholat atau mengabaikan kewajiban agama, dengan alasan apapun, sudah pasti ia bukan ulama walalupun dari keturunan kiai besar
13.   Menginfakkan sebagian hartanya baik dalam keadaan rahasia atau terang-terangan untuk kepentingan jihad fisabilillah atau bentuk sedekah lainnya.(Ar Ra’d 22)
14.  Menolak kejahatan dengan kebaikan ( Ar Ra’d 22) sebagaimana yang dikatakan Rasulullah saw :Hendaknya kamu menghapus kejahatan dengan cara melakukan perbuatan baik niscaya kebaikan itu akan menghapus kejahatan dan Pergaulilah manusia dengan pergaulan yang baik. (Lihat surat Al Mu’minun ayat 96.)

Itulah beberapa sifat dan kriteria yang mesti dimiliki para ulama atau ulil albab. Kita harus waspada kepada orang yang berbaju seperti ulama atau mengunakan atribut-atribut keulamaan, padahal ia hanyalah orang yang ingin memenuhi ambisi pribadinya dan jauh dari perjuangan li i’laai kalimatillah. Wallahu a’lam. (Habib Fitrah T.M" Nangkodo Sati")


0

ORANG MINANG MEMPUNYAI GELAR

Posted by G2 FLASHER on 09.43
KETEK BANAMO GADANG BAGALA
Kenapa orang Minang bagala? 
Masalah "gala" nan dipikua umumnya laki-laki di minang, sasuai jo pepatah urang tuo, ketek banamo - gadang bagala, bagi ambo iyo masih misteri gadang. Banyak bangso-bangso lain nan mambari gala khusus kapado urang-urang penting di kaumnyo, tapi biasonyo tampak alasan nan logis dalam pambarian gala tu, misalnyo karanonyo bangsawan, dipanggia Pangeran Anu, atau Sultan Fulan, atau Kiyai, atau Daeng dll. Tapi di awak di Minangkabau, gala tu dibagi-bagi baitu sajo sacaro marato ka tiok laki2 nan lah gadang tanpa maliek kecocokan dan kondisi sabananyo pado diri urang nan mamakainyo. 
Tantu awak akan mangatokan gala tu warisan nan diturunkan dari mamak ka kamanakan. Di mamak tu tantu dapek dari mamaknyo pulo. Masalahnyo lai kinitu, apokoh mamak nan partamu mamakai gala tertentu memang mamakai gala tu karano jabatannyo? Kalau jabatan, mako dari gala seperti Maharajo, Bandaharo dan Temengguang dsb. jadi tapikie adokoh pangaruah dari kerajaan2 Hindu/Jawa dahulunyo? Tampaknyo indak ado indikasi sangenek alah juo bahaso awak maraso atau mangakui gala tu dari Jawa. Jadi, apokoh mungkin pernah ado di Minangkabau dahulu suatu sistem pemerintahan nan mirip Hindu/Jawa, tapi bukan berasal (atau hasil pengeruh kuat) dari Jawa, melaikan tumbuh dan berkembang sendiri di tanah Minang? 
Kini mengenai pola penyebarannyo. Tadi megenai asal usul. 
Penyebarannyo tampaknyo maikuti pola migarasi suku, dari nagari asal Pariangan di Tanah Datar, ke Luhak nan Tigo, dan akhirnyo ado ju ka Rantau nan Tujuah Jurai. Satiok suku mangatahui dari ma asal datangnyo, kama nyo babalahan, dan biasonyo gala pusako nan dipakai adolah gala nan dipakai di nagari asal juo. Tapi kalau mancaliak keadaan penyebaran gala pado maso kini, indak bisa awak manamukan suato pola penugasan pejabat pemerintahan dahulunyo di nagari-nagari tertentu. Misalnyo, kalu panghulu di kaum ambo bagala Dt.Makhudum di Pandai Sikek, indak bisa dikatokan secaro mayakinkan bahaso ambo keturunan seorang pejabat tinggi bidang keagamaan yang diutus oleh Makhudum dari Sumaniak ka Pandai Sikek katiko Islam baru masuak. Atau kalau Pangulu ambo Dt. Bandaharo Sati, apokoh ambo keturunan salah seorang Pejabat Keuangan di Pandai Sikek ketiko adat Nagari mulai disusun? Kemungkinan juo beliau itu hanya kebetulan seorang Bandaharo (atau keturunannya) nan pindah dari nagari lain dan katiko sampai di Pandai Sikek bekerja sebagai petani? Semuayo hipotesis sajo, dan indak ado keinginan ataupun urgensinyo masyarakat minang kini mempermasalahkan hal iko. Gala-gala tu dipikua sajo dengan senang hati. 
Dikecualikan dari hal diateh adolah pembedaan pangka gala tu, Datuk, Sutan, Katik, dll nan memang biasonyo masih disasuaikan jo jabatan nan besangkutan dalam adat. Nan alah lari adolah sambungannyo, Bandaharo, Palimo, Tumanggung dst. Iko tampaknyo harus dicari polanyo dan direkonstruksi baliak. 
Salah satu nan mulai menarik peratian ambo, dari mambaco buku-buku tambo nan ado, tampak satu pola yaitu bahaso gala Dt.Bandaro (Bandaharo) dengan babarapo modifier adolah gala nan salalu dipakai urang nan mamacik jabatan puncak di suatu nagari gadang. Kito bisa baco bahaso Pucuak Koto Piliang adolah Dt. Bandaro Putih di Sungai Tarab. Pucuak suku Bodi Caniago adolah Dt. Bandaro Kuniang di Limo Kaum. Itu duo lareh utamo di Minangkabau. Lareh katigo di Nagari Asal Pariangan, Lareh nan Panjang dipimpin Dt. Bandaro Kayo. 
Itu di Luak nan Tuo. Di Luak nan Tangah, Agam. Kito baco bahaso Koto Piliang dipimpin oleh seorang Dt. Bandaro juo, yaitu Dt.Bandaro Panjang di Biaro, nagari nan tatuo di luak Agam. Adapun Lareh Bodi Caniago dipimpin Dt.Bandaro di Baso. Iko hanyo bisa dipahami dalam konteks panghulu sebagai pimpinan di nagari, bukan hanyo sebagai kepala suku atau kaum. 
Hanyo sampai di situ nan tasuo dalam buku. Kalau diadokan penelitian di lapangan kini ko mungkin bisa diuji, apokoh di tiok-tiok nagari, selalu ado Dt.Bandaharo nan menduduki jabatan pucuak?
UNDANG-UNDANG DI MINANGKABAU 

Minangkabau tardiri dari Luhak dan Rantau.
Luhak nan Tigo yaitu Luhak Tanah Data, Luhak Agam dan Luhak Limopuluah.

Luhak Tanah Data 
• Pariangan Padangpanjang 
• Limokaum Duobaleh Koto 
• Sungaitarab Salapan Batua 
• Tanjuang nan Tigo 
• Lubuak nan Tigo 
• Langgam nan Tujuah 
• Lintau Sambilan Koto 
• Batipuah Sapuluah Koto 
• Talawi Tigo Tumpuak 
• Kubuang Tigobaleh 
• Alam Surambi Sungaipagu 
• Sapuluah Koto di Ateh 
• Nilam Payuang Sakaki 
Luhak Agam 
• Ampek-Ampek Angkek 
• Lawang nan Tigo Balai 
• Nagari sakaliliang Danau Maninjau 
• Luhak Limopuluah Koto 
• Luhak 
• Ranah 
• Lareh 
• Sandi 
• Hulu
Jadi itulah "kecamatan-kecamatan" model saisuak.
Parincian nagari-nagari di tiok Luhak saroman iko:

Luhak Tanah Data
• 
o Pariangan Padangpanjang
 Pariangan, Padangpanjang, Sungaijambu, Lubuak Atan, Guguak, Sikaladi, Sialahan, Koto Tuo, Batu Basa, Sumabua, Balimbiang, Simawang.
o Limokaum Duobaleh Koto
 Sambilan Koto di dalam
 Tabek Boto, Saloganda, Baringin, Koto Baranjak, Lantai Batu, Bukik Gombak, Sungai Ameh, Tanjuang Barulak, Rajo Dani
 Duobaleh Koto di lua
 Ngungun, Panti, Cubadak, Sipanjang, Pabalutan, Sawah Jauah, Padang Magek, Labuah, Palambahan, Sawah Tangah, Rambatan
o Sungaitarab Salapan Batua
 Sungaitarab, Koto Tuo, Pasia Laweh, Koto Panjang, Selo, Sumaniak, Patia, Situmbuak, Gurun, Ampalu, Sijangek, Kumango, Rao-rao, Padang Laweh, Talang Tangah, Talang Dusun, Koto Baru, Salimpauang, Supayang, Mandahiliang, Tabek Patah, Tanjuang Alam, Tungka, Barulak
o Tanjuang nan Tigo
 Tanjuang Alam, Tanjuang Sungayang, Tanjuang Barulak
o Lubuak nan Tigo
 Lubuak Sikarah, Lubuak Simauang, Lubuak Sipunai
o Langgam nan Tujuah
 Labuatan, Sungai Jambu, Batipuah, Tanjuang Balik, Sulik Aia, Singkarak, Saniang Baka, Silungkakng, Padang Sibusuak, Sumaniak, Saruaso
o Lintau Sambilan Koto
 Batu Bulek, Balai Tongah, Tanjuang Bonai, Tapi Selo, Lubuak Jantan, Buo, Pangian, Taluak Tigo Jangko
o Batipuah Sapuluah Koto
 Sumpu, Malalo, Pitalah, Tanjuang Barulak, Jaho, Tambangan, Pandai Sikek, Koto Laweh, Gunuang, Paninjauan.
o Talawi Tigo Tumpuak 
 Talawi, Kolok, Sijantang, Kubang, Sawah Lunto 
o Kubuang Tigobaleh disabuik juo Tanah Data nan di Ilia: 
 Kubuang, Solok, Salayo, Kinari, Muaro Paneh, Cupak, Gantuang Ciri, Guguak, Sungai Lasi, Taruang-taruang, Tigo Baleh, Koto Baru 
o Alam Surambi Sungaipagu 
 Sariak Alam Tigo, Talang Babungo, Tanjuang Lolo, Surian, Pasia Talang, Muaro Labuah, Koto Baru, Tanjuang Gadang, Lubuak Malako, Bidar Alam, Abai Sangie, Sungai Kunik 
o Sapuluah Koto di Ateh 
 Singkarak, Saniang Baka, Sumani, Koto Sani, Panyinggahan, Kacang, Tanjuang Balik, Sulik Aia, Aripan, Bukik Kanduang. 
o Nilam Payuang Sakaki 
 Sisrukam, Supayang, Koto Anau, Bukik Sileh, Panyangkalan, Air Tumbuak, Alahan Panjang, Sungai Nanam, Salimpat, Air Dingin. 
Luhak Agam
• Ampek-Ampek Angkek 
Papindahan panduduak ka Agam nan tajadi dalam ampek angakatan itu, disabuik ampek-ampek angkek: 
Angkatan Paratamu mambuek nagari
1. Biaro 
2. Balaigurah 
3. Lambah 
4. Panampuang 
Angkatan Kaduo mandirikan nagari
1. Canduang 
2. Kotolaweh 
3. Kurai, 
4. Banuhampu 
Angkatan Katigo mandirikan nagari
1. Sianok 
2. Koto Gadang 
3. Guguak 
4. Tabek Sarajo 
dan Angkatan Kaampek mambangun pamukiman nagari
1. Sariak 
2. Sungaipua 
3. Batagak 
4. Batu Palano 
Jadi nampak ampek angkek masiang-masiang ampek nagari, sahinggo disabuik Ampek-ampek Angkek. Ruponyo kudian disingkek sajo manjadi Ampek Angkek.
• Lawang nan Tigo Balai 
o Matua Palembayan, Malalak, Sungai Landie 
• Nagari sakaliliang Danau Maninjau 
o Maninjau, Sungai Batang, Sigiran, Tanjuang Sani, Bayua, Koto Kaciak, Koto Gadang, Koto Mlintang, Paninjauan, Batu Kambang, Lubuak Basuang, Manggopoh 
Luhak Limopuluah Koto
• 
o Luhak di Air Tabik Minyak Salabu 
 Suayan, Sungai Balatiak, Sariak Laweh, Tambun Ijuak, Batuhampa, Koto Tangah, Babai, Durian Gadang, Aia Tabik, Sungai Kamuyang, Situjuah, Limbukan, Padang Karambia, Sicincin, Aua Kuniang, Tiaka Payobasuang, Mungo, Andaleh, Taram, Bukik Limbuku, Batu Balang, Koto Nan Ampek, Koto Nan Gadang 
o Ranah di Talago Gantiang 
 Gantiang, Koto Laweh, Suliki, Sungai Rimbang, Guguak, Tiaka Balai Mansiro, Talago, Balai Talang, Kubang, Taeh, Simalanggang, Piobang, Sungai Baringi, Gurun, Lubuak Batingkok, Tarantang, Sarilamak, Harau, Solok Bio-bio, Padang Laweh 
o Lareh di Sitanang Muaro Lakin 
 Gaduik, Tabiang Tinggi, Sitanang, Muaro Lakin, Halaban, Ampalu, Surau, Labuah Gunuang 
o Sandi di Payo Kumbuah 
 Koto Nan Gadang, Koto Nan Ampek 
o Hulu di Situjuah Bandanyo Dalam 
 Padang Laweh, Sungai Patai, Suliki, Gunuang Sago, Labuah Gunuang, Balai Koto Tinggi 



NANGKODO SATI (Habib Fitrah T.M)



0

KUBUANG TIGO BALEH ASAL MUASAL DARI KAB.SOLOK

Posted by G2 FLASHER on 09.40

KUBUANG TIGO BALEH  ASAL MUASAL DARI KAB.SOLOK
Daerah Solok dalam Tambo Minangkabau dikenal dengan nama Kubuang Tigo Baleh yang merupakan bagian dari Luhak Tanah Datar. Daerah ini tidak berstatus “Rantau” (daerah yang membayar upeti), malah mempunyai Rantau dan Pesisirnya sendiri.
Daerah Rantaunya adalah Alam Surambi Sungai Pagu (Solok Selatan) dan pesisirnya adalah daerah Padang Luar Kota dan sebagian daerah Pesisir Selatan.
Dalam pepatah adat disebut, Aso Solok duo Salayo, ba-Padang ba-Aia Haji, Pauah Limo Pauah Sambilan, Lubuak Bagaluang Nan Duo Puluah.
Dari naskah Tjuraian Asal Mula Negeri Solok dan Salajo, diperoleh keterangan bahwa nama Kubuang Tigo Baleh berasal dari datangnya 73 orang dari daerahKubuang Agam ke daerah yang sekarang disebut Kabupaten dan Kota Solok.
Tiga belas orang di antaranya tinggal di Solok dan Selayo serta mendirikan Nagari – nagari  di sekitarnya, sedangkan 60 orang lainnya meneruskan perjalanan ke daerah Lembah Gumanti, Surian, dan Muara Labuh.
Ketiga belas orang ini menjadi asal nama Kubuang Tigo Baleh. Mereka pula yang mendirikan Nagari-nagari di sekeliling Nagari Solok dan Selayo. Kedua nagari ini disebut “Payung Sekaki” bagi nagari-nagari di sekitarnya.
Tiga belas Nagari yang menjadi inti daerah Kubuang Tigo Baleh, yang merupakan cikal bakal Kabupaten Solok, Nagari-nagari itu , adalah Solok, Selayo, Gantungciri, Panyakalan, Cupak, Muaropaneh, Talang, Saoklaweh, Guguak, Koto Anau, Bukiksileh, Dilam, dan Taruangtaruang.
Beberapa nagari lainnya yang merupakan pemekaran dari ketiga belas nagari yang disebut di atas adalah Tanjuangbingkuang, Kotobaru, Kotohilalang, Gauang, Bukiktandang, Kinari, Parambahan, Sungaijaniah, Limaulunggo, Batubajanjang, Kotolaweh (Kec. Lembangjaya), Batubanyak, Kampuang Batu Dalam, Pianggu, Indudur, Sungai Durian, Sungai Jambua, Guguak Sarai, Siaro-aro, Kotolaweh (Kec. IX Koto Sungai Lasi), dan Bukit Bais.
Nagari Guguak yang sekarang merupakan bagian dari Kecamatan Gunung Talang memekarkan diri menjadi tiga nagari, yaitu Kotogadang, kotogaek, dan Jawi-jawi.
Beberapa nagari lainnya kemudian juga bergabung ke dalam konfederasi Kubuang Tigo Baleh, yaitu, Batang Barus, Aia Batumbuak, Simpang Tanjuang Nan Ampek.
Nagari-nagari yang sekarang tergabung ke dalam Kecamatan Payung Sekaki ;  Danau Kembar, Lembah Gumanti, Pantai Cermin, Tigo Lurah, dan Hiliran Gumanti.
Dua kecamatan lainnya, Sungai Pagu dan Sangir yang sekarang menjadi Kabupaten Solok Selatan juga mempunyai kaitan dengan Kubuang Tigo Baleh karena sebagian penduduk berasal dari daerah ini.
Meskipun jumlah nagari yang tergabung di dalamnya sudah lebih dari tiga belas nagari, tetapi namanya tetap Kubuang Tigo Baleh.
Sementara itu nagari-nagari yang terletak di bagian utara Kabupaten Solok, yang tergabung dalam kecamatan X Koto Singkarak (beserta daerah pemekarannya Kecamatan Junjuang Siriah) dan Kecamatan X Koto Diateh tidak disebut dalam tambo ataupun data lainnya, sebagai bagian dari Kubuang Tigo Baleh.
Daerah Kubung Tigo Baleh memiliki balai adat yang dipergunakan bersama untuk berkonsultasi antara nagari – nagari di kawasan Kubuang Tigo Baleh. Balai adat ini terletak di Nagari Selayo dengan nama Balai Nan Panjang Kubuang Tigo Baleh.
Balai adat Selayo – merupakan pusat untuk mencari keadilan dalam hal sengketa adat. Dengan demikina menjadi milik Kubuang Tigo Baleh secara adat. Nagari Selayo sekaligus memiliki kehormatan sebagai tempat penyelesaian sengketa adat.  Apbila ada perkara adat yang tidak mampu diselesaikan oleh masing masing Nagari di Kubuang Tigo Baleh ini, maka akan diselesaikan di Kerapatan Adat Nagari Selayo.
Praktis, Selayo diasumsikan sebagai ‘bapak’-nya Kubung Tigo Baleh.Konsekuensinya,  Badai adat Selayo – sebagai lembaga – yang dianggap bertuah ini wajib “manyalasaikan nan kusuik, manjanihkan nan karuah” , ketika pada tingkatan Nagari-nagari diwilayah ini tidak mampu memutus suatu perkara.
Kisah Heroik Makam dt. Parpatih nan Sabatang
Sisi lain yang cukup melegenda di Nagari Selayo adalah keberadaan makam Dt. Parpatiah nan Sabatang yang terletak di Munggu Tanah, Jorong Batu Palano, Nagari Selayo dan Kayu Gadang yang konon dulu berasal dari tongkatnya Dt.Parpatih nan Sabatang yang ditancapkan di Aie Manjulua, di Bawah Jao.  Begitu juga dengan kuburan samaran Dt. Parpatih nan Sabatang berada di kawasan yang sama.
Seperti yang dikisahkan melalui suatu wawancara penulis (2001) dengan Djanatin Dt. Putiah semasa hidupnya (kini sudah almarhum), juga ditulis (almarhum) Soewardi Idris dalam bukunya Selayo (1992) yang didasarkan dari naskah Djanatin Dt.Putiah, seorang tokoh adat Nagari Selayo dan juga menjadi Ketua Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau Kecamatan Kubung, Kabupaten Solok.
Naskah Djanatin Dt. Putiah, disarikan atas keterangan Alm. Muhammad Saat Dt. Rajo Timbua yang masa hidupnya adalah seorang tokokoh adat dan pejuang kemerdekaan dengan memperoleh penghargaan sebagai Perintis Kemerdekaan.
Konon ceritanya – sekembalinya Dt. Parpatih nan Sabatang dari Jawa membawa dua orang teman, masing-masing ahli pertanian bernama ” Tumangung “  dan seorang lagi Pangeran Rajo Bantan.
Dt. Parpatih nan Sabatang menetap di kediaman Dt. Gadang (Penghulu Suku Kampai). Kemudian dia mengangkat dua orang pengawal, masing-masing Dt. Baniang Bapawik dan Dt.Baramban Duri Rukam, keduanya dari Suku Chaniago.
Dari Tanah jawa, Dt. Parpatih membawa sebuah tongkat. Tongkat dibawa dari tanah Jawa. Banyak orang menyebutnya sebagai tongkat kayu Jao. Sebelum menuju negeri Alahan Panjang, Dt. Parpatih nan Sabatng berhenti sesaat di Aie Manjulua yang persis diarea perbatasan antara Nagari Selayo dengan Nagari Solok.
Kepada para ninik mamak, Datuk Perpatih nan Sabatang berucap :
”Hai seluruh ninik mamak Nagari Solok dan Nagari Selayo. Dimana tanah dipijak, dirikanlah Nagari beserta adatnya. Tanah lupak jadikan sawah, tanah keras jadikan ladang, gurun tandas jadikan padang halauan (gembalaan).”
Setelah memberikan pitua, maka Dt. Parpatih nan sabatang menancapkan tongkatnya di perbatasan kedua nagari tersebut dan konon kabarnya hingga sekarang masyarakat Nagari Selayo pada umumnya menyakini bahwa pohon besar yang berdiameter lebih kurang 2 meter dan bertinggi sekitar 70 meter tersebut berasal dari tongkat Dt. Parpatih nan Sabatang. Sampai sekarang kawasan itu bernama BawahJao.
Suatu ketika Dt. Parpatih nan Sabatng terbaring sakit dikediaman Dt. Gadang, maka begiliranlah para ninik mamak di Kubuang Tigo Baleh menjenguk dan menunggui. Pada akhirnya, mujur tak dapat diraih dan malang tak dapat ditolak, Tuhan maka berkehendak, akhirnya Dt. Parpatih nan Sabatang meningggal dunia.
Tersebarlah kabar kesentero wilayah Kubuang Tigo Baleh atas wafatnya Dt. Parpatih nan Sabatang hingga sampai ke daerah Silungkang.  Masyarakat Silungkang pun merasa memiliki sosok Dt. Parpatih nan Sabatang, berhasrat untuk membawa jenazah Dt. Parpatiah nan Sabatang ke negerinya. Masyarakat Selayo jelas berkeberatan jika jenazah dibawa oleh orang Silungkang ini.
Upaya yang dilakukan oleh Masyarakat Selayo ialah dengan mengarak jasad Dt.Parpatih nan Sabatang ke Munggu Tanah, arah barat pusat Nagari Selayo.
Kemudian masyarakat Nagari Solok,  mengusulkan untuk membuat kuburan samaran yang diisi dengan sebatang pohon pisang di atas sebuah munggu di tengah sawah – yang letaknya tidak jauh dari tempat tumbuhnya kayu Jao. Jelas sekali kuburan yang dibuat ini – hanyalah sebagai upaya mengakali dan menghalangi keinginan orang Silungkang, yang berkeinginan untuk mengambil jenazah Datuk Perpatih Nan Sabatang dari Negeri Selalyo. 
Sesampainya rombongan masyarakat  Silungkang di negeri Selayo, maka disambutlah kedatangan rombongan ini oleh orang Nagari Solok dan Nagari Selayo dengan hidangan makanan.  Setelah itu Masyarakat Silungkang ditawari -  untuk melihat kuburan Dt. Parpatih nan Sabatang.
Disinyalir dari ide rencana kedua Orang nagari ( SOLOK dan SELAYO),  ini lahirlah sebuah pituah yang berbunyi :
“Aka Solok, Budi Selayo.”
Maksudnya ialah ide dan rencana datangnya  dari orang Solok – namun yang menyambut dengan keramah tamahan serta menyediakan dan melayani makan adalah orang Selayo. Orang Selayo dianggap memiliki budi yang baik.
Konon ceritanya, pihak Orang Silungkang ternyata tetap bersikeras untuk membawa jenazah Dt.Parpatih nan Sabatang ini  ke negerinya. Mereka berupaya menggali kuburan samaran Datuk Pertpatih  Nan Sebatang ini. Betapa terperanjatnya orang Silungkang melihat kenyataan, ketika kain kafan dibuka ternyata didalamnya hanya sebatang pohon pisang. Mereka berkeyakinan bahwa Dt. Parpatih nan sabatang – yang dipujanya ini adalah seorang yang keramat.  Sehingga akhirnya mereka tidak berniat untuk membawanya ke Negeri Silungkang.
Konon dari peristiwa ini lahir ungkapan ”angguak anggak geleang amuah, tunjuak luruih kaliankiang bakaik”. Maksudnya,  orang Selayo menunjukkan arah kuburan samaran – tetapi mereka membelakangi daerah munggu tanah tempat kuburan asli Dt. Parpatih nan Sabatang.
Dari cerita masyarakat sekitar yang kemudian menjadi melegenda, konon dulunya, makam Dt. Parpatih nan Sabtang menunjukkan gejala aneh yang dirasakan oleh masyarakat setempat. Bila menjelang akan terjadinya musibah melanda Negeri sekitarnya, maka ada bunyi yang menggelegar atau manggaga, berasal dari makam tersebut.
Anehnya, bunyi gelegar itu terus berlanjut hingga terdengar di kuburan Parak Tingga, pekuburan Lubuk Kilangan dan poekuburan di Galanggang Tangah (semua dalam kenagaraian Selayo). Katanya, bunyi gelegar itu terdengar beberapa hari sebelum terjadinya bencana gempa maha dasyat tahun 1926. Banjir besar tahun 1927. Masuknya bala tentara Jepang pada tahun 1943 serta menjelang masuknya Sekutu ke Indonesia. Yang terakhir masyarakat setempat mendengar – saat saat menjelang meletusnya peristiwa G – 30 S/ PKI pada tahun 1965.
Dulunya -  makam Dt.Parpatih nan Sabatang dianggap keramat dan sering dijadikan tempat berkaul bagi masyarakat sekitarnya seperti saat turun ke sawah, menjelang panen, minta hujan, dan lainnya. Namun tradisi itu mulai hilang sejak berkembangnya ajaran Islam terutama disebarluaskan oleh Muhammadyah.
Makam itu kemduian direhab dengan model atap bagonjong pada tahun 1993 – berkat bantuan pemerintah dan swadaya masyarakat. Makam Datuk Perpantih Nan Sabatang ini – hingga kini terlihat sangat terawat yang dijaga oleh seorang juru kunci. Selain makam Dt. Parpatih nan Sabatang disampingya juga ada pusara kedua pembantunya yaitu Tumangguang dan Pangeran dari Bantan.
Pengakuan  Sebagai Makam Dt. Parpatih nan Sabatang
Seperti yang dituturkan oleh salah seorang petinggi adat Nagari Selayo ” Fajri Hamzah gelar Malin Batuah” yang notabene adalah mantan Kepala Desa Selayo Ateh era tahun 1990-an – menyebutkan bahwa, yang pernah berkunjung ke makam Dt. Parpatih nan Sabatang adalah Prof. Peggy R. Sanday dari Kalifornia (Amerika Serikat) didampingi oleh dua orang staf ahli adat dari Batusangkar.
“Diakui oleh kedua ahli adat dari Batusangkat tersebut bahwa memang di Selayo inilah dikuburkannya Dt. Parpatih nan Sabatang, lantaran di Limo Kaum tidak ditemui adanya makam Dt. Parpatih nan Sabatang,” ungkap Malin Batuah.
Diakui Malin Batuah, pernyataan itu didukung dari tulisan alm. Anas Navis dalam tulisannya berjudul “Makam Itu Makam Datuak Parpatih Nan Sabatang” yang dimuat diharian Singgalang (1/9/1991).
Kebenaran tulisan AA Navis itu berdasarkan kenyataan bahwa munculmy Makam Dt. Parpatih nan Sabatang dalam Tambo Minangkabau di Perpustakaan Nasional yang dipaparkan dalam beberapa bahasa.
Tulisan ini lebih kepada informasi semata, sejatinya kebenaran sesungguhnya tentang makam Dt.Parpatih nan Sabatang itu berada pada yang “ahli” nya.  Wallahu alam.
Sumber :
-Wawancara penulis dengan Alamrhum Djanatin Dt.Putiah (2001)
- Wawancara dengan Fajri Hamzah Malin Batuah
- Selayo (1992) karya (almarhum) Soewardi Idris
- Mengutip dari tulisan Witrianto: 
NANGKODO SATI ( Habib Fitrah T.M)

Copyright © 2009 HabMard ComTect TERIMAKSIH TELAH BERKUNJUNG. Gabung ke: Group. | Pengarang by Habib Fitrah T.M